Jumat, 11 November 2011

Motivasi 7 – "Salon yang mempercantik Jiwa"

Menyusul derasnya jumlah bencana yang menghadang didepan mata, dari tsunami,gunung meletus,bom teroris, gempa hingga Lumpur panas … tidak sedikit manusia bertanya : Apakah Tuhan sedang marah
Menyusul derasnya jumlah bencana yang menghadang didepan mata, dari tsunami, gunung meletus, bom teroris, gempa, hingga Lumpur panas … tidak sedikit manusia bertanya : Apakah Tuhan sedang marah ?
Sebuah pertanyaan sederhana, sekaligus menjadi warna dominant banyak wacana. Dan sebagaimana biasa, jawabannya pun terbelah dua, ada yang menjawab positip, ada yang menjawab negative.
Di Timur telah lama terdengar pendapat, jika Tuhan penari, maka alam adalah tarian-Nya. Jika demikian, adakah alam yang murka di mata pikiran manusia mencerminkan kemarahan Tuhan.

Wajah Tuhan
Entahlah, yang jelas pertanyaan terakhir mengingatkan pada cerita seorang sahabat pastor tentang seorang ibu yang permennya dicuri putranya, Rio.
Melihat putranya mencuri, ibu ini bertanya, “Rio, tidakkah kamu melihat Tuhan ketika mencuri permen Mama ?”. Dengan polos Rio menjawab, “Lihat Ma!”
Mendengar jawaban ini, ibunya tambah marah, dan diikuti pertanyaan yang lebih emosi, “Tuhan bilang apa sama kamu Rio ?” Dasar anak polos, Rio menjawab jujur, “Boleh ambil dua!”. Tentu saja cerita ini terbuka dari penafsiran. Dari salah satu sudut pandang terlihat, wajah Tuhan di kepala kita teramat tergantung pada kebersihan batin kita masing-masing.

Dalam batin bersih seorang anak polos dan jujur seperti Rio, Tuhan berwajah pemaaf dan pemurah. Dalam batin yang mudah emosi dan curiga seperti mama Rio, wajah Tuhan menjadi pemarah dan penghukum. Hal serupa juga terjadi dalam cara Indonesia memandang bencana.
Tanpa menggunakan kerangka baik-buruk, benar-salah, suci-kotor, tinggi-rendah, banyak guru mengajarkan bahwa manusia berada pada tingkat pertumbuhan masing-masing. Dimanapun tingkatannya, semua punya tugas yang sama, betumbuh!
Tidak disarankan yang sudah sampai tingkatan SMU, misalnya, kemudian menghina yang baru sampai SD. Tidak juga disarankan kalau yang baru sampai SMP kemudian minder berlebihan kepada mereka yang sudah sampai perguruan tinggi. Semuanya bertumbuh.
Tidak ada jaminan yang kini SMA pasti lebih cepat sampai dibanding dengan yang sekarang baru SD misalnya.

Empat Pertumbuhan.
Dengan spirit sperti ini, izinkan tulisan ini membagi pertumbuhan dalam empat pertumbuhan jiwa.

Pertama :
Mereka yang menjadi pedagang kehidupan dan pedagang do’a.
 
Jangankan dengan Tuhan, dengan siapa saja ia berdagang.
Kalau permohonan tercapai, maka Tuhan berwajah baik. Kalau tidak dipenuhi, apalagi dihadang bencana, Tuhan disebut marah.
Dalam pandangan kelompok ini, bencana tidak lain disebabkan karena Tuhan murka kepada ulah manusia. Tidak salah tentunya, karena ini bagian dari proses pertumbuhan.

Kedua
Pecinta, yang masih Remaja.
Ciri kelompok ini adalah rasa memiliki yang tinggi. Tidak boleh ada orang lain, hanya dia yang boleh dekat dan dicintai Tuhan. Cinta bagi kelompok ini tidak ada pilihan lain kecuali menyayangi, memaafkan, membebaskan. Tidak dibolehkan ada ekspresi dari cinta Tuhan selain menyayangi, memaafkan dan memaafkan. Begitu ada wajah cinta yang lain (lebih-lebih berwajah bencana), maka mudah ditebak kemana kahidupan bergerak; benci tapi rindu!.
Ini asal muasal pertanyaan sejumlah sahabat yang luka ketika bencana, kemudian bertanya, Tuhan, masihkah Engkau menyayangiku ?

Ketiga
Pencinta, dewasa.
Cinta tidak lagi diikuti kebencian. Cinta adalah cinta. Ia tidak berlawankan kebencian. Lebih dari itu, berbeda dengan kelompok kedua yang menempatkan dicintai lebih indah dibandingkan dengan mencintai, pada tingkat ini terbalik; mencintai lebih indah dibandingkan dicintai.
Karena itu, bencana bagi jiwa yang sudah sampai disini tidak ditempatkan sebagai hukuman, melainkan masukan tentang segi-segi di dalam diri yang perlu diperbaiki. Dengan kata lain, bencana adalah vitamin bagi pertumbuhan jiwa.

Keempat.
Jiwa yang tidak lagi mencari apa-apa

Bukan karena marah apalagi frustasi. Sekali lagi bukan. Namun, karena melalui rasa berkecukupan, ikhlas, dan syukur yang mendalam kemudian dibimbing, kalau semuanya sudah sempurna.
Sehat sempurna, sakit juga sempurna. Bukankah sakit yang mengajari menghargai kesehatan secara baik ?.
Sukses sempurna, gagal juga sempurna. Bukankah kegagalan membimbing kita pada puncak kahidupan yang bernama tahu diri ?
Kehidupan sempurna, kematian juga sempurna. Bukankah kematian adalah mitra makna kehidupan yang membukakan pengertian kehidupan yang lebih dalam ?.
Kaya sempurna, miskin juga sempurna. Bukankah kemiskinan adalah pendidikan untuk tidak sombong dan senantiasa rendah hati ?

Dengan demikian, dalam jiwa-jiwa yang sudah sampai disini, tidak ada kamus bencana. Apapun yang terjadi diberi judul yang sama, sempurna !

Orang Budha menyebut ini nirwana.
Sebagian sahabat Islam dan Nasrani menyebut Sorga sebelum kematian.
Sebagian orang Hindu menyebutnya maha-samadhi.
Dalam bahasa konfusius, “Bila bertemu orang baik, teladanilah. Jika bertemu orang jahat, periksalah pikiran Anda sendiri”.

Pertumbuhan Jiwa
Kambali ke cerita awal tentang bencana dan Tuhan sedang marah, pilihan sikap yang diambil memang cermin pertumbuhan jiwa masing-masing. Seperti disebut sebelumnya, semuanya sedang bertumbuh. Penghakiman terhadap orang lain hanya menghambat pertumbuhan kita sendiri. Menyebut diri lebih baik. Menempatkan orang kurang baik, hanya kesibukan ego yang meracuni pertumbuhan jiwa kemudian.
Dan bagi siapa saja yang sudah tumbuh menjadi pecinta tingkat dewasa, lebih-lebih sudah menjadi jiwa yang tidak lagi mencari, Indonesia tidak lagi berwajah Negara bencana. Indonesia adalah salon yang mempercantik jiwa. Tanpa cobaan, bukankah kehidupan hanya berputar-putar diluar dan mudah terasa hambar ?
Bukankah dalam cobaan, dalam guncangan, semua jiwa sedang digerakkan masuk kedalam? Bukankah hanya didalam sini jiwa bisa dibuat indah dan cantik ?
Seperti seorang wanita yang segar bugar keluar dari ruang olahraga, bukankah kesediaan untuk lelah sebentar (baca: digoda bencana sebentar) yang membuatnya jadi bugar ?
Maaf, tulisan ini ditutup dengan pertanyaan.

Gede Prama
Penulis 22 Buku; Bekerja di Jakarta; Tinggal di Desa Tajun, Bali Utara
Koleksi Edi Iswanto

Kamis, 10 November 2011

Moivasi 6 : “Kata-kata Bijak”


"Penderitaan telah membuat manusia menjadi dewasa....."
(DietrichBonhoeffer)

"Mereka yang merasa dirinya menguasai kebenaran gemar meringkas seseorang ke dalam arti 'kafir', 'beriman', 'murtad', 'Islamis', 'fundamentalis', 'kontrarevolusioner', 'Orde Lama', 'ekstrem kiri' - dan dengan itu membekukan kemungkinan apa pun yang berbeda dari dalam diri manusia.
(Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir)

"Kalau Tuhan mengukur manusia, meterannya dilingkarkan
Kepada hati, bukan kepala"
(Mary Kay Ash)

"Kemajuan adalah ibarat gelombang. Kalau kita diam saja, pasti kita akan tenggelam. Agar tak tersedot arus pusaran, kita harus terus bergerak".
(Harold Mayfield)

"God is not an American Idol"
(Max Lucado)

"Why can't we all get along?"
(Beliefnet)

"I have called this principle, by which each slight variation, if useful, is preserved,  by the term Natural Selection"
(Charles Darwin from "The Origin of Species")

"A God who let us prove his existence would be an idol"
(Dietrich)

Bonhoeffer "Alam semesta ini terlalu kecil bila hanya manusia di Bumi saja yang menempatinya."
(Jodie Foster, Contact)

"Aku bersujud kepadaMu seperti sujud seorang anak yang haus akan nuansa religius"
(Kahlil Gibran (1883 - 1931)

"The Truth is hurt, and many person can’t receive that"
(Anon)

"Satisfaction is the death of desire"
(Anon)

"God made Adam and Eve, not Adam and Steve."
(Philadelphia, antigay movement)

"Kenali dirimu, maka kau akan mengenal Tuhanmu"
(Nabi Muhammad SAW)

"God is the Greatest Truth, or the Greatest Lie?"
(Anon)

"Religio Omnium Scientiarum Anima"
[Agama adalah jiwa dari ilmu pengetahuan]
(Anon)

"Janganlah menyembah jikalau tidak mengetahui siapa yang disembah. Jika engkau tidak mengetahui siapa yang disembah, akhirnya cuma menyembah ketiadaan.
Sungguh suatu sembahan yang sia-sia.
(Syekh Siti Djenar)

"Semakin tinggi pengetahuanmu,
semakin engkau sangkal Tuhanmu itu"
(Anon)

"Tiada satu makhluk pun bisa hidup kekal abadi"
(Anon)

"Saya mencintaimu saat kau rukuk di masjidmu,
berlutut di kuilmu,
sembahyang di gerejamu.
Kau dan aku adalah putra dari satu agama,
dan itulah spiritnya"
Kahlil Gibran (1883 - 1931)

"Kita punya cukup banyak agama untuk membuat
kita saling benci, tapi tak cukup banyak agama yang
membuat kita saling mencintai" -
Jonathan Swift (1667 - 1745)

"Saya mencintai Kristusmu, saya tidak suka dengan Kristenmu. Kristenmu begitu berbeda dengan Kristusmu"
( Mohandas Gandhi (1869 - 1948))

"Mendengarkan orang yang sangat taat agama berbicara,
seorang dapat menyangka Tuhan itu tak pernah tersenyum"
Ghose Aurobindo (1872-1950)

"Aku tak pernah tahu bagaimana cara beribadah hingga aku tahu bagaimana cara mencinta"
(Henry Ward Beecher (1813 - 1887))

"Ini adalah agamaku yang sederhana. Tidak perlu kuil,
tidak perlu filosofi yang rumit. Otak kita, hati kita, adalah kuil kita. Filosofinya adalah kebaikan hati"
(Dalai Lama (1935 - .... ))

Eskimo: "Jika saya tak tahu apa-apa tentang Tuhan dan dosa,
Apakah saya akan masuk neraka?"
Pendeta: "Tidak, jika kamu memang tidak tahu."
Eskimo: "Lalu kenapa kamu memberi tahu saya?"
(Annie Dillard (1945- ....))

Hiasan Rohani 2 – “Asal Kemaksiatan dan Ketaatan”


“Pokok dari tiap-tiap maksiat, lupa kepada Allah dan syahwat yang berasal dari nafsu adalah rela menuruti hawa nafsu. Dan pokok dari setiap ketaatan, kesadaran dan menjaga diri dari syahwat adalah tiada kerelaanmu menuruti hawa nafsu”.

Orang-orang yang bermakrifat kepada Allah semuanya bersepakat bahwa pokok timbulnya perbuatan maksiat, berpaling dari Allah dan mengikuti syahwat adalah menuruti kehendak nafsu. Menuruti nafsu bisa menyebabkan aib dan keburukan-keburukannya tertutup sehingga keburukan nafsu akhirnya dianggap baik. Barang siapa ridha terhadap kehendak nafsunya, pastilah dia menganggap baik keadaannya dan tenang di dalamnya. Dalam keadaan ini atau pada peringkat ini, ia seperti keadaan lembu yang dicocok hidungnya, senang ditarik oleh syaitan ke sana ke mari.
       Barang siapa menganggap baik setiap keadaan nafsunya dan merasa tenang di dalamnya. Dalam keadaan demikian, kelalaian kepada Allah akan menguasainya. Dengan kelalaian itu terlepaslah hatinya dari penjagaan karena bisikan-bisikan nafsu. Sehingga tarikan-tarikan syahwat menguasainya dan mengalahkannya. Yang demikian ini karena pada dirinya tidak ada kewaspadaan yang dapat menolak nafsu. Barang siapa dikalahkan oleh syahwat, jatuhlah ia ke dalam berbagai kemaksiatan. Jiwa yang dikuasai syahwat, syahwat akan menjadi rajanya dan syaitan akan mendorongnya dengan menghiasi setiap kejahatannya agar segala kejahatan itu akan senantiasa dipandang baik. Di akhirat nanti, syaitan akan berlepas diri darinya.

Ingatlah bahwa mengetahui seluk beluk nafsu itu wajib. Sebab dengan mengetahuinya orang akan mudah memeranginya.

Diantara sifat-sifat nafsu itu ada yang disebut nafsu ammarah, yaitu nafsu yang selalu condong pada watak badaniyah. Adapun ciri watak badaniyah adalah suka kepada kenikmatan dan syahwat. Misalnya, suka melakukan sesuatu dengan senang hati dan lebih condong kepada perbuatan syaitan dan senang dengan keduniaan.

Firman Allah SWT :
 Artinya :
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Surat Yusuf Ayat 53)

Nafsu yang diberi rahmat oleh Allah itu misalnya Nafsu Muthmainnah, yaitu nafsu yang menyebabkan hati bercahaya sehingga mudah menjalankan perintah-perintah Allah.

Adapun Nafsu Ammarah itu terbagi menjadi tujuh jenis yaitu :

1.            Syahwat
2.          Marah
3.          Sombong
4.          Dengki
5.          Merasa dirinya lebih utama 
     dari lainnya
6.          Tamak
7.           Riyak

Ketujuh jenis nafsu ammarah itu harus diperangi, dibersihkan dari dalam jiwa setiap orang.
·       Nafsu syahwat harus diperangi dengan riyadah dan mujahadah, yaitu melatih diri melawan hawa nafsu dengan sungguh-sungguh.
·       Nafsu marah harus diperangi dengan kebijaksanaan dan sabar.
·       Nafsu sombong dan tamak harus diperangi dengan sifat Qana’ah, yaitu menerima apa saja dari semua ketentuan Allah.
·       Nafsu merasa dirinya lebih utama dari lainnya harus diperangi dengan tawadhuk, yaitu merendahkan hati kepada semua orang.
·       Nafsu riyak harus diperangi dengan ikhlas.

Adapun sumber pokok ketaatan itu berasal dari keengganan seseorang di dalam menuruti kehendak nafsunya. Keengganan seseorang di dalam menuruti nafsu itu dapat menghasilkan semua ketaatan dan akhirnya berhasil menjadi orang yang makrifat.

Syeikh Ahmad Dhiyauddin bin Musthafa berkata : “keberhasilan di dalam mencapai amal kebaikan (taat) itu ada tiga sebab yaitu :
1.         Takut kepada Allah, baik di tempat yang sepi atau di tempat yang ramai.
2.       Ridha terhadap ketentuan taqdir Allah
3.       Berlaku baik kepada semua makhluk Allah dalam setiap keadaan.