Kamis, 27 Februari 2014

Terminologi Al-Qur’an tentang Evaluasi Pendidikan



Pengantar
Evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran diartikan kepada aktivitas pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi yang bertujuan agar terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penambahan ilmu pengetahuan dan perubahan prilaku, maka evaluasi merupakan komponen yang akan mengukur penambahan dan perubahan perilaku itu. Berhasil atau tidakya suatu pembelajaran tidak akan dapat diketahui tanpa adanya evaluasi. Untuk itu, evaluasi tidak dapat diabaikan dalam proses pembelajaran.
            Karena begitu pentingnya evaluasi, maka Al-Qur’an banyak mengulang istilah yang berkaitan dengan evaluasi tersebut. Bahkan kitab suci ini tidak hanya menggunakan satu istilah dalam perbincangannya mengenai evaluasi, tetapi ia menggunakan banyak istilah. Di antara istilah itu adalah balaa dan fatana. Kata balaa terulang sebanyak 38 kali dalam berbagai sighat (bentuk kata). Demikian pula kata fatana, istilah ini dalam berbagai bentuk kata terulang pula 60 kali. Selain kedua kata tersebut, terdapat pula kata hasiba, yang secara harfiah dapat pula diartikan kepada mengira atau menghitung.
            Secara etimologi, balaa semakna dengan ikhtabara dan imtahana yang berarti menguji atau mencoba. Dari kata balaa terbentuk kata balaa’ yang berarti cobaan. Dan fatana semakna dengan a’jaba yang berarti membingungkan atau mengherankan. Isfahani mengartikan fatana itu pula kepada memasukkan emas ke dalam api agar jelas perbedaan mana emas yang baik dan mana pula yang buruk (Isfahani 2001, hlm. 373-374). Dari kata fatana terbentuk pula kata al-fitnah, yang sering diartikan kepada musibah atau bencana, karena memang bencana yang Allah timpakan kepada manusia merupakan ujian atau evaluasi dari-Nya sehingga dapat dibedakan antar manusia yang baik dan yang jahat. Jadi tujuan dari adanya al-fitnah dan al-balaa’ untuk mengetahui dengan jelas perbedaan karakteristik orang yang beriman atau ketaatan manusia. Sebagaimana juga evaluasi dalam pembelajaran bertujuan untuk mengetahui siswa yang menguasai materi pembelajaran dengan yang tidak.

Pentingnya Evaluasi
Al-Qur’an memandang, bahwa evaluasi sangat penting dalam konteks pendidikan. Pengakuan siswa mengenai pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran baik kognitif, afektif maupun psikomotor tidak dapat diterima sebelum dievaluasi. Allah berfirman:

Artinya: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. Q.S. Al-Ankabut (29): 2-3.

            Ayat ini dimulai dengan kata tanya, yaitu apakah manusia mengira mereka akan dibiarkan hanya berkata ‘kami beriman’ sebelum diuji. Pertanyaan dalam ayat ini termasuk dalam kategori istifham inkari (Ash-Shabuni, 2011, hlm. 425). Ungkapan itu pada hakikatnya bukan bertanya tetapi mengingkari, artinya sepantasnya manusia jangan menganggap, bahwa keberimanannya cukup hanya dengan berkata saya beriman padahal dia belum diuji. Keabsahan iman seseorang mesti dapat ditandai, diukur atau dinilai dengan indikator yang telah ditentukan yaitu berupa kesabaran atas apa saja yang menimpa dirinya. Allah telah memberikan penilaian dan pengukuran terhadap iman orang-orang terdahulu melalui cobaan atau ujian yang Dia berikan kepada mereka. Dengan pengukuran tersebut, maka benar-benar dapat diketahui dan dibedakan antara orang yang benar-benar beriman dengan yang tidak. Allah telah mengajarkan kepada manusia ajaran agama-Nya melalui Rasul, kemudian Dia melakukan evaluasi terhadap manusia yang telah menerima ajaran tersebut guna untuk membedakan anatara orang yang telah menghayati ajaran-Nya dengan yang tidak.
            Jadi, evaluasi dalam suatu pembelajaran sangat penting diselenggarakan. Dalam     Q. S. Al-Baqarah (2): 155 ditegaskan pula, bahwa Allah benar-benar akan mengevaluasi orang-orang yang beriman guna untuk mengetahui siapa di antara mereka yang benar-benar sabar dan mau berjihad di jalan Allah. Ayat tersebut dimulai dengan kata walanabluwannakum yaitu menggunakan dua huruf taukid; lam ibtidaa’ dan nun tawkid tsaqiilah.

Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

Hal ini menunjukkan bahwa evaluasi benar-benar akan dilaksanakan dan begitu pentingnya evaluasi tersebut. Pembelajaran belum dianggap selesai dan sempurna jika para peserta didik belum dievaluasi. Banyak ayat yang menafikan selesainya suatu pembelajaran sebelum peserta didiknya diuji. Pengakuan siswa mengenai penguasaannya terhadap materi pembelajaran tidak cukup, tetapi mereka mesti diuji atas pengakuannya itu. Dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 214 ditegaskan:

Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.

               
            Itu artinya, seorang pelajar tidak layak mengklaim telah menguasai materi pembelajaran dan telah mencapai tujuan pembelajaran sebelum menempuh evaluasi. Demikian pula guru, dia tidak boleh puas dengan pengakuan siswa sebelum mereka dites atau diuji dengan materi yang telah disampaikan. Sebagaimana juga seorang muslim tidak layak mengklaim akan masuk surga, sebagai imbalan dari keberimanan dan ketaatannya, sebelum menempuh ujian dari Allah SWT. Ujian tersebut berupa mengalami kesulitan dan kesengsaraan, seperti yang dialami oleh umat terdahulu.
            Dalam Q.S. Ali Imron (3): 142 ditegaskan pula:

Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.

            Ash-Shobuni dalam menafsirkan penggalan ayat ini (Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga) mengatakan; Pertanyaan dalam ayat ini merupakan istifham inkari. Makna ayat sesungguhnya adalah “hai orang-orang mukmin apakah kamu mengira bahwa kamu akan memperoleh surga tanpa diuji atau diberi cobaan sehingga dengan cobaan itu menjadi jelas kualitas jihad dan kesabaranmu? (Ash-Shobuni 2011, hlm. 209). Di sini terlihat, bahwa jihad selain sebagai pekerjaan yang bernilai tinggi dalam pandangan Allah ia juga sekaligus sebagai bentuk ujian. Ia digunakan untuk mengevaluasi kesabaran, yang merupakan tujuan pembelajaran Allah terhadap manusia. Dan reward-nya adalah kehidupan yang menyenangkan.
            Dalam Q. S. Al-Ankabut (29): 2-3 di atas terdapat ungkapan falaya’lamanna Allah shadaquu wa laya’lamanna al-Kaadzibiin (sehingga Allah betul-betul mengetahui orang-orang yang benar dan betul-betul mengetahui pula orang-orang yang berbohong). Penggalan ayat tersebut menunjukkan tujuan dilaksanakannya evaluasi dalam pembelajaran, yaitu untuk mengukur dan mengetahui sejauh mana dan sedalam apa materi pelajaran yang telah dikuasai siswa. Dalam hal ini, manusia sebagai peserta didik dievaluasi oleh Allah guna untuk mengetahui dengan jelas, sehingga tidak hanya Allah yang tahu tetapi juga manusia terutama penyampai risalah-Nya, apakah tujuan pembelajaran ilahiyah telah tercapai atau belum. Sehingga dapat dibedakan peserta didik yang telah mencapai tujuan pembelajaran dari peserta didik yang belum mencapai tujuan. Orang- orang yang telah mencapai tujuan pembelajaran layak diberikan reward dan bagi yang belum layak diberikan hukuman atau perbaikan pembelajaran.
            Ada beberapa komponen yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan evaluasi terhadap siswa. Antara lain, materi dan tujuan pembelajaran serta peserta didik yang akan mengikuti evaluasi. Dalam berbagai ayat digambarkan, bahwa evaluasi pendidikan dalam perbincangan Al-Qur’an banyak difokuskan pada pengukuran tujuan afektif kesadaran manusia sebagai hamba Allah yang tercermin dalam perilaku. Keberhasilan pendidikan diukur dengan perubahan yang terjadi pada diri peserta didik. (Wallah A’lam).

MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)




      A.    Pendahuluan
Pembelajaran merupakan kegiatan yang bernilai edukatif yang mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan siswa. Interaksi bernilai edukatif karena kegiatan yang dilakukan diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelum pembelajaran dilakukan. Guru dengan penuh kesadaran melakukan kegiatan secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatu untuk kepentingan pembelajaran.
Guru selalu dituntut agar materi pembelajaran yang disampaikan dapat dikuasai siswa secara tuntas. Hal ini menjadi permasalahan yang cukup sulit bagi guru, karena siswa bukan hanya sebagai individu dengan semua keunikannya, tetapi mereka juga sebagai makhluk sosial dengan latar belakang yang berbeda. Paling tidak ada tiga aspek yang membedakan siswa dengan yang lainnya, yaitu aspek intelektual, aspek psikologis, dan aspek biologis.
Ketiga aspek tersebut diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan sikap dan perilaku siswa bervariasi di sekolah. Hal itu pula yang menjadikan berat tugas guru dalam mengelola kelas dengan baik. Keluhan-keluhan guru sering terlontar hanya karena masalah kesulitan mengelola kelas. Akibat kegagalan guru mengelola kelas, tujuan pembelajaranpun sulit untuk dicapai. Sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi, apabila ada usaha yang dilakukan oleh guru. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalkan jumlah siswa di kelas, mengaplikasikan beberapa prinsip pengelolaan kelas, memilih pendekatan pembelajaran yang tepat. Di samping itu, perlu memanfaatkan media pembelajaran yang telah ada dan mengupayakan pengadaan media pembelajaran baru demi mewujudkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Seiring dengan kemajuan teknologi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan di sekolah, maka penggunaan alat-alat atau media pembelajaran juga harus menyesuaikan dengan kemajuan teknologi tersebut. Penggunaan media teknologi membuat pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Tidak hanya itu, perkembangan pendidikan di sekolah semakin lama semakin mengalami perubahan dan mendorong berbagai usaha perubahan.
Saat ini, pembelajaran di sekolah mulai disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi. Hal itu menyebabkan terjadi perubahan dan pergeseran paradigma pendidikan. Pembelajaran yang semula hanya menggunakan metode ceramah konvensional atau verbal semata menjadi pembelajaran yang lebih aktif dan menyenangkan. Pembelajaran yang semula siswa sebagai obyek pasif yang hanya menerima apa adanya dari guru, menjadi pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran aktif dan menyenangkan memerlukan sarana yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pembelajaran, setidaknya sarana yang efektif dan efisien dalam bentuknya, komponen lingkungannya, alat fisiknya, dan komunikasinya. Demikian pula dengan Pendidikan Agama Islam juga memerlukan sarana pembelajaran untuk meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam proses belajar mengajar. Sarana pembelajaran tersebut dikenal dengan istilah media pembelajaran.
Dalam proses belajar mengajar Pendidikan Agama Islam, kehadiran media pembelajaran sangat penting artinya dan merupakan suatu keharusan. Ketiadaan media sangat memengaruhi proses belajar mengajar, media pembelajaran dapat membantu mengatasi ketidakjelasan materi yang disampaikan menjadi jelas dan mudah diterima oleh siswa.

     B.     Pembahasan
      1.      Pengertian Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Arsyad (2011, hlm.3) menyebutkan, ”Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang berarti tengah, perantara, pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara (وسائل) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan”.  Pengertian ini mengacu pada perantara yang mendistribusikan pesan dari pemberi pesan kepada penerima pesan. Perantara dapat berbentuk alat fisik, sebagaimana pendapat Briggs seperti dikutip oleh Ramayulis (2011, hlm. 250) yang mendefinisikan media sebagai segala bentuk alat fisik yang dapat menyajikan pesan yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
Alat fisik yang digunakan untuk menyajikan pesan kepada penerimanya untuk merangsang siswa agar mau dan aktif dalam belajar. Pengertian tersebut senada dengan pendapat Rustyah NK sebagaimana dikutip oleh Ramayulis (2011, hlm. 250) menyebutkan bahwa pengertian media mengacu pada penggunaan alat yang berupa benda untuk membantu proses penyampaian pesan.
Ada kata kunci baru yang muncul dari pengertian menurut Rustyah, yaitu media sebagai alat bantu proses penyampaian pesan. Alat bantu mempunyai pengertian yang lebih luas dari sekedar alat berbentuk fisik. Hal ini lebih dipertegas oleh Basyiruddin Usman (2002, hlm.127) yang menyebutkan, ”Pengertian media secara lebih luas dapat diartikan manusia, benda atau peristiwa yang membuat kondisi siswa memungkinkan memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap”. Demikian pula pendapat Gegne sebagaimana dikutip oleh Ramayulis (2011, hlm.250) menyebutkan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar.
Kedua pendapat terakhir mengandung pengertian yang lebih luas dibanding dengan pengertian-pengertian sebelumnya. Media merupakan semua komponen yang terkait dengan proses penyampaian pesan. Media pembelajaran dan alat pembelajaran mempunyai pengertian yang sama, sebagaimana pendapat Daradjat (1984, hlm.80) yang menyebutkan bahwa pengertian alat pendidikan sama dengan media pendidikan sebagai sarana pendidikan.
Media pembelajaran merupakan media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa). Sebagai penyaji dan penyalur pesan, media pembelajaran dalam hal-hal tertentu bisa mewakili guru menyajikan informasi belajar kepada siswa. Jika media pembelajaran didesain dan dikembangkan secara baik, maka peran guru  dapat diperankan oleh media pembelajaran meskipun tanpa keberadaan guru.
Keberadaan media pembelajaran akan menjadikan materi pembelajaran yang bersifat abstrak menjadi lebih konkrit. Siswa menjadi aktif dan memperoleh pengalaman langsung melalui media pembelajaran.

 Secara garis besar pengertian media pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai perantara atau pengantar, alat bantu mengajar, sarana pembawa/penyalur pesan, sumber belajar, dan alat perangsang siswa agar pembelajaran menjadi lebih konkrit dan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar yang efektif dan efisien.

     2.      Tujuan Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Basyiruddin Usman (2002, hlm. 19) menyebutkan, ”Media pengajaran digunakan dalam rangka upaya peningkatan atau mempertinggi mutu proses kegiatan belajar mengajar”. Peningkatan mutu proses kegiatan belajar mengajar menjadi tujuan dari penggunaan media pembelajaran. Mutu proses belajar mengajar mengindikasikan bahwa belajar mengajar dengan menggunakan media pembelajaran akan meningkatkan efisiensi pembelajaran, guru dapat tetap menjaga relevansi materi dengan tujuan pembelajaran, dan akan sangat membantu siswa untuk berkonsentrasi dalam mengikuti proses pembelajaran.
Tujuan penggunaan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai alat bantu pembelajaran, yaitu: mempermudah proses pembelajaran, meningkatkan efisiensi pembelajaran, menjaga relevansi materi dengan tujuan pembelajaran, dan membantu konsentrasi siswa.

      3.      Fungsi Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Sebagai alat bantu, media berfungsi melicinkan jalan  untuk mencapai tujuan pembelajaran (Ramayulis 2002, hlm. 190).
Sebagai pelicin jalan mencapai tujuan pembelajaran media harus mampu menyampaikan pesan dari guru kepada siswa. Harus diingat bahwa pembelajaran merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa. Dalam proses komunikasi haru sada pesan yang disampaikan, pesan dalam hal ini berupa materi pembelajaran. Pesan harus disampaikan dengan media yang cocok dan kreatif, sehingga siswa akan terangsang untuk mengikuti proses pembelajaran dengan serius dan aktif.
Fungsi media pembelajaran Pendidikan Agama Islam antara lain: memperlancar interaksi antara guru dan siswa, serta perangsang pembelajaran.

     4.      Manfaat Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Bahri Djamarah (2002, hlm.138) menyebutkan bahwa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran, yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ramayulis (2002, hlm. 190) menyebutkan bahwa proses belajar mengajar dengan bantuan media akan mempertinggi kegiatan belajar anak didik dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti kegiatan belajar anak didik dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.
Media pembelajaran Pendidikan Agama Islam sangat bermanfaat dalam proses belajar mengajar. Beberapa manfaat tersebut antara lain: penyeragamanan penyampaian materi, materi lebih jelas dan menarik, pembelajaran lebih interaktif, efisiensi waktu dan tenaga, meningkatkan kualitas hasil pembelajaran, pembelajaran dapat dilakukan kapanpun dan di manapun, menumbuhkan sikap positif dalam belajar, pembelajaran lebih bervariasi, dan siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar.

      5.      Ciri-Ciri Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Gerlach dan Ely sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2011, hlm. 12-14) mengemukakan tiga ciri media, yaitu: ciri fiksatif (fixative property), ciri manipulatif (manipulative property), dan ciri distributif (distributive property).
Sebuah media pembelajaran dikatakan memiliki ciri fiksatif apabila media pembelajaran tersebut mampu merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek.
Media pembelajaran dikatakan memiliki ciri manipulatif apabila media pembelajaran tersebut mampu mentransformasi suatu kejadian atau objek. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar. Kemampuan media dari ciri manipulatif memerlukan perhatian sungguh-sungguh karena apabila terjadi kesalahan dalam pengaturan kembali urutan kejadian atau pemotongan bagian-bagian yang salah, maka akan terjadi pula kesalahan penafsiran yang tentu saja akan membingungkan dan bahkan menyesatkan sehingga dapat mengubah sikap mereka kearah yang tidak diinginkan.
Media pembelajaran dikatakan memiliki ciri distributif apabila suatu objek atau kejadian mampu ditransformasikan melalui ruang dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadin tersebut.

      6.      Jenis Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Basyiruddin Usman (2002, hlm.127-128) menggolongkan media menjadi delapan kategori, yaitu: realthings, verval representation, grafic representation, still picture, motion picture, audio (recording), simulation.
Usaha Nabi dalam menanamkan akidah agama yang dibawanya dapat diterima dengan mudah oleh umatnya yaitu dengan menggunakan media yang tepat berupa media contoh/teladan perbuatan-perbuatan baik nabi sendiri (Uswatun Khasanah). Istilah  ”Uswatun Khasanah” barangkali dapat diidentifikasikan dengan ”demonstrasi” yaitu memberikan contoh dan menunjukkan tentang cara berbuat atau melakukan sesuatu. Media ini selalu digunakan nabi dalam mengajarkan ajaran-ajaran agama kepada umatnya, misalnya dalam mempraktekkan sholat dan lain-lain.  Selanjutnya, melalui suri tauladan  atau  model perbuatan dan tindakan yang baik, maka guru agama akan dapat menumbuhkembangkan sifat dan sikap yang baik pula terhadap anak didik. Begitupula sebaliknya. (Basyiruddin Usman 2002, hlm. 116)
Kemudian daripada itu, media pendidikan agama dapat juga diartikan semua aktivitas yang ada hubungannya dengan materi pendidikan agama, baik yang berupa alat yang dapat diperagakan maupun teknik/metode yang secara efektif dapat digunakan oleh  guru  agama dalam rangka mencapai tujuan tertentu dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. (Nawawi 1993, hlm. 213)
Media pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a.       Media yang bersifat benda
1)      Media visual, misal: grafik, diagram, chart, bagan, poster, dan komik.
2)      Audial, misal: radio, tape recorder, dan laboratorium.
3)      Projected still media, misal: slide, OHP, dan infocus.
4)      Projected motion media, misal: film, televisi, video, komputer, dan internet.
b.      Media yang bersifat bukan benda
Media yang bersifat bukan benda meliputi keteladanan, perintah/larangan, dan ganjaran/hukuman.
Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik masing-masing, khususnya kelebihan dan kekurangannya. Oleh karena itu, guru harus benar-benar memperhatikan karakteristik dari masing-masing media tersebut. Ketika media yang dipilih tidak tepat, maka pembelajaran tidak akan berjalan lebih baik, karena media pembelajaran tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai alat bantu yang memperlancar kegiatan belajar mengajar.

7.      Pemilihan Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Tidak semua media pembelajaran cocok digunakan dalam proses pembelajaran, untuk itu perlu dilakukan pertimbangan dalam memilih media supaya penggunaan media pembelajaran tersebut benar dan tepat. Media yang digunakan guru PAI harus tepat dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, untuk menentukan media yang tepat guru PAI harus memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan pemilihan media, antara lain:
a.       Kesesuaian media dengan tujuan pembelajaran,
b.      Kesesuaian media dengan tingkat kemampuan siswa,
c.       Ketersediaan sumber belajar,
d.      Ketersediaan dana/ biaya, dan
e.       Kesesuaian media dengan teknik yang dipakai. (Basyiruddin Usman 2002, hlm.128)
Keterkaiatan antara  media pembelajaran dengan tujuan, materi, metode, dan kondisi pembelajar, harus menjadi perhatian dan pertimbangan pengajar untuk memilih dan menggunakan media dalam proses pembelajaran dikelas, sehingga media yang digunakan lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebab media pembelajaran tidak dapat berdiri sendiri, tetapi terkait dan memiliki hubungan secara timbalebalik dengan  empat aspek tersebut. Dengan demikian, alat-alat, sarana, atau media pembelajaran yang digunakan harus disesuaikan dengan empat aspek tersebut, untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Pemilihan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam harus memperhatikan: tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metode mengajar, alat yang dibutuhkan, pribadi guru yang mengajar, minat dan kemampuan mengajar, situasi pembelajaran, dan kondisi siswa.

8.      Keberhasilan Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Media pembelajaran akan memberikan pengaruh terhadap peserta didik  yaitu peserta didik  akan memiliki pemahaman yang bagus tentang materi yang didapatkan, juga akan memiliki moral atau akhlak yang tinggi, sehingga besar kemungkinan dengan memperhatikan alat/media pembelajaran itu, tujuan pembelajaran akan tercapai secara efektif dan efisien (Basyiruddin Usman 2002, hlm. 191)
Pada proses belajar mengajar guru harus mempunyai keahlian dalam menggunakan berbagai macam media pembelajaran, terutama media yang digunakan dalam proses mengajarnya, sehingga materi ataupun pesan yang disampaikan akan tersalurkan dengan baik pula.
Keberhasilan penggunaan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam tergantung pada: isi pesan, cara penjelasan pesan, dan karakteristik penerima pesan.


C.    Kesimpulan
Pengertian media pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai perantara atau pengantar, alat bantu mengajar, sarana pembawa/penyalur pesan, sumber belajar, dan alat perangsang siswa agar pembelajaran menjadi lebih konkrit dan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar yang efektif dan efisien.
Tujuan penggunaan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai alat bantu pembelajaran, yaitu mempermudah proses pembelajaran, meningkatkan efisiensi pembelajaran, menjaga relevansi materi dengan tujuan pembelajaran, dan membantu konsentrasi siswa.
Fungsi media pembelajaran Pendidikan Agama Islam antara lain  memperlancar interaksi antara guru dan siswa, serta perangsang pembelajaran.
Manfaat media pembelajaran antara lain  penyeragamanan penyampaian materi, materi lebih jelas dan menarik, pembelajaran lebih interaktif, efisiensi waktu dan tenaga, meningkatkan kualitas hasil pembelajaran, pembelajaran dapat dilakukan kapanpun dan di manapun, menumbuhkan sikap positif dalam belajar, pembelajaran lebih bervariasi, dan siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar.
Ciri-ciri media pembelajaran adalah ciri fiksatif (fixative property), ciri manipulatif (manipulative property), dan ciri distributif (distributive property).
Media pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu  media bersifat benda dan media bersifat bukan benda. Media bersifat benda antara lain: media visual, media audial, Projected still media, dan Projected motion media. Media bersifat bukan benda berupa keteladanan, perintah/larangan, dan ganjaran/hukuman.
Pemilihan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam harus memperhatikan  tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metode mengajar, alat yang dibutuhkan, pribadi guru yang mengajar, minat dan kemampuan mengajar, situasi pembelajaran, dan kondisi siswa.
Keberhasilan penggunaan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam tergantung pada isi pesan, cara penjelasan pesan, dan karakteristik penerima pesan.



DAFTAR PUSTAKA



Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Basyiruddin Usman dan Asnawir. 2002. Media Pembelajaran. Ciputat Pers, Jakarta.

Basyiruddin Usman. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Ciputat Pers, Jakarta.

Daradjat, Zakiah. 1984. Ilmu Pendidikan Islam. Bumi Aksara, Jakarta.

Nawawi, Hadari. 1993. Pendidikan Dalam Islam.Al-Ikhlas, Surabaya.


Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia, Jakarta.

Ramayulis. 2011. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
para Tokohnya. Kalam Mulia, Jakarta.

Syaiful Bahri Djamarah dan  Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta.