Kamis, 27 Februari 2014

APLIKASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM




APLIKASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Oleh: Aang Taufiq

Pendahuluan
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang terbaru telah disahkan Presiden pada tanggal 8 Juli 2003 ( Nomor 20 Tahun 2003). Dibanding dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional sebelumnya (Nomor 2 Tahun 1989), Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang baru ini sarat dengan tuntutan yang cukup mendasar karena “ harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan local, nasional, dan global”. Salah satu upaya yang segera dilakukan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah “pembaruan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan”.
Pada sisi lain, upaya pembaruan pendidikan ini juga berkiblat pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional yang telah dirumuskan sebelumnya, yaitu sebagai berikut,

Pertama, meningkatkan pemerataan dan perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang bersamaan dengan peningkatan mutu.

Kedua, mengembangkan wawasan persaingan dan keunggulan bangsa Indonesia sehingga dapat bersaing secara global.

Ketiga, memperkuat keterkaitan pendidikan aagar sepadan dengan kebutuhan pembangunan.

Keempat, mendorong terciptanya masyarakat belajar,

Kelima, merupakan sarana untuk menyiapkan generasi masa kini dan sekaligus masa depan.

Keenam, merupakan sarana untuk memerkuat jati diri dalam proses industriliasasi dan mendorong terjadinya perubahan masyarakat Indonesia dalam memasuki era globalisasi di abad ke 21.

Berkaitan dengan pengembangan imtak dan akhlak mulia maka yang perlu dikaji lebih lanjut ialah peran pendidikan agama, sebagaimana dirumuskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan merupakan salah satu bahan kajian dalam semua kurikulum pada semua jenjang pendidikan, mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. Pendidikan Agama merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh peserta didik bersama dengan Pendidikan Kewarganegaraan dan yang lainnya.

Tantangan yang dihadapi dalam Pendidikan Agama, khususnya Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah mata pelajaran adalah bagaimana mengimplementasikan pendidikan agama Islam bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman, taqwa dan akhlak mulia. Dengan demikian materi pendidikan agama bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana membentuk kepribadian siswa agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat dan kehidupannya senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia dimanapun mereka berada, dan dalam posisi apapun mereka bekerja.

Dari uraian di atas Pendidikan Agama Islam mempunyai peranan yang sangat penting, yang tidak terpisahkan dari undang-undang system pendidikan Nasional, sehingga Pendidikan Agama Islam harus berupaya mencapai target tujuan pendidikan Nasional yang harus dicapai dengan terwujudnya visi, misi, dan strategi pembangunan Nasional.

Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasahalan yang kurang menyenangkan. Seperti halnya proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah saat ini masih sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam.”

Hanya sedikit yang arahnya pada proses internalisasi nilai-nilai Islam pada diri siswa. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru masih dominan ceramah. Proses internalisasi tidak secara otomatis terjadi ketika nilai-nilai tertentu sudah dipahami oleh siswa. Artinya, metode ceramah yang digunakan guru ketika mengajar Pendidikan Agama Islam berpeluang besar gagalnya proses internalisasi nilai-nilai agama Islam pada diri siswa, hal ini disebabkan siswa kurang termotivasi untuk belajar materi Pendidikan Agama Islam.

Pembahasan
Melihat kenyataan yang ada di lapangan, sebagian besar teknik dan suasana pengajaran di sekolah-sekolah yang digunakan para guru kita tampaknya lebih banyak menghambat untuk memotivasi potensi otak. Sebagai contoh, seorang peserta didik hanya disiapkan sebagai seorang anak yang harus mau mendengarkan, mau menerima seluruh informasi dan mentaati segala perlakuan gurunya. Dan yang lebih parah lagi adalah fakta bahwa semua yang dipelajari di bangku sekolah itu ternyata tidak integratif dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan tak jarang realitas sehari-hari yang mereka saksikan bertolak belakang dengan pelajaran di sekolah. Budaya dan mental semacam ini pada gilirannya membuat siswa tidak mampu mengaktivasi kemampuan otaknya. Sehingga mereka tidak memiliki keberanian menyampaikan pendapat, lemah penalaran dan tergantung pada orang lain.

Untuk memilih metode dan teknik yang digunakan memang memerlukan keahlian tersendiri. Seorang pendidik harus pandai memilih metode dan teknik yang akan dipergunakan, dan teknik tersebut harus dapat memotivasi serta memberikan kepuasan bagi anak didiknya seperti hasil atau prestasi belajar siswa yang semakin meningkat. Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut perlu diterapkan suatu cara alternatif guna mempelajari Pendidikan Agama Islam yang kondusif dengan suasana yang cenderung rekreatif sehingga memotivasi siswa untuk mengembangkan potensi kreativitasnya. Salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah dengan penerapan suatu paradigma baru dalam pembelajaran di kelas yaitu dengan metode pembelajaran kontekstual, dikarenakan ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan lebih baik jika lingkungannya diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak-anak “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahui”-nya. Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah dengan Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL). Sehubungan dengan hal tersebut maka makalah ini akan membahas pendekatan kontekstual dalam pembelajaran pendidikan agama Islam sebagai salah satu alternatif model dalam pengembangan pembelajaran PAI di sekolah.
Maka dengan penggunaan Contextual Teaching Learning (CTL). ini diharapkan agar materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat mudah dipahami dan dapat meningkatkan motivasi serta prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang menyatakan bahwa salah satu cara menggerakkan motivasi belajar adalah dengan pelaksanaan kelompok belajar.

Oleh karena itulah maka penulis tertarik untuk membahas yang berhubungan dengan metode pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Maka penulis berinisiatif untuk mengambil judul makalah ini “Aplikasi Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Islam “, sebagai salah satu upaya meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Dalam suatu pembelajaran, pendekatan memang bukan segala-galanya. Masih banyak factor lain yang ikut menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Faktor-faktor tersebut anatara lain kurikulum yang menjadi acuan dasarnya, program pengajaran, kualitas guru, materi penbelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar, dan teknik/bentuk penilaian. Ini berarti pendekatan hanyalah salah satu factor saja dari sekian banyak factor yang perlu mendapatkan perhatian dalam keseluruhan pengelolaan pembelajaran. Walaupun demikian, penetapan pendekatan tertentu dalam hal ini pendekatan kontekstual dalam suatu pembelajaran dirasa penting karena dua hal.

Pertama, penentuan isi program, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar, dan teknik/bentuk penilaian harus dijiwai oleh pendekatan yang dipilih.

Kedua, salah satu acuan untuk menentukan keseluruhan tahapan pengelolaan pembelajaran adalah pendekatan yang dipilih.

Akhir-akhir ini pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning–CTL) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak dibicarakan orang. Berbeda dengan strategi-strategi pembelajaran lainnya, CTL merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktifitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topic yang akan dipelajarinya. Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekadar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotor. Belajar melalui CTL, diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipelajarinya.

A. Pemikiran Tentang Belajar
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut :

1. Proses Belajar
Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus
 § mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
§ Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola  bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
§ Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu  terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi
 § fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.

Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.  §

Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide.  §

§ Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak  itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.

2. Transfer Belajar
Siswa Belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
 §
Ketrampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit).
 §
Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan ketrampilan itu.
 §
3. Siswa Sebagai Pembelajar
§ Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu,  dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
§ Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah  mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
§ Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
§ Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi  kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka.
§ sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
§  Belajar Efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat  pada siswa. Dari Guru acting di depan kelas, siswa meneonton ke siswa acting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
§ Pengajaran harus  berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka, strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
§ Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari  proses penilaian yang benar.
§ Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.  

B. Hakikat Pembelajaran Kontekstual
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni:
konstruktivisme (Constructivism),
bertanya (Questioning),
menemukan (Inquiri),
masyarakat belajar (Learning Community),
pemodelan (Modeling),
dan
penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

C. Pengertian CTL

1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistic dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, social, dan cultural) sehingga siswa memiliki pengeyahuan ketrampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahn/konteks lainnya.

2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
 
D. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional.

NO. CTL TRADISONAL

1 Pemilihan informasi berdasarkan kebutuh-an siswa Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru

2 Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran Siswa secara pasif menerima informasi

3 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/-masalah yang disi-mulasikan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

4 Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan

5 Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu

6 Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok) Waktu belajar siswa se-bagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual)

7 Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan

8 Keterampilan dikem-bangkan atas dasar pemahaman Keterampilan dikem-bangkan atas dasar latihan

9 Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor

10 Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tsb keliru dan merugikan Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman

11 Perilaku baik berdasar-kan motivasi intrinsic Perilaku baik berdasar-kan motivasi ekstrinsik

12 Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas

13 Hasil belajar diukurmelalui penerapan penilaian autentik Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

E. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut :

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.

2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic

3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar.
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

F. Tujuan Komponen CTL

1. Kontruktivisme
• Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman
baru berdasarkan pada pengetahuan awal.
• Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “ mengkontruksi” bukan menerima pengetahuan.

2. Inquiry
• Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
• Siswa belajar menggunakan ketrampilan berpikir kritis.

3. Questioning (bertanya)
• Kegiatan Guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
• Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.

4. Learning Community (Masyarakat Belajar).
• Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
• Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
• Tukar pengalaman.
• Berbagi ide.

5. Modeling (pemodelan)
• Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
• Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya.

6. Reflection (refleksi)
• Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
• Mencatat apa yang telah dipelajari.
• Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7. Authentic Assesment (penilaian yang sebenarnya).
• Mengukur pengetahuan ketrampilan siswa.
• Penilaian produk (kinerja).
• Tugas-tugas yang relevansi dan kontekstual.

G. Karakteristik Pembelajaran CTL

Secara lebih sederhana menurut Nurhahdi yang dikutif oleh Masnur muslih, karakteristik Pembelajaran CTL adalah sebagai berikut :
• Kerjasama
• Saling menunjang
• Belajar dengan bergairah.
• Pembelajaran terintegrasi.
• Menggunakan berbagai sumber.
• Siswa aktif.
• Sharing dengan teman.
• Siswa kritis guru kreatif.
• Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa,
peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.

H. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual

Dalam pembelajran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi scenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topic yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakan bersama siswanya.

Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format anatara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada scenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut :

1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatam siswa yang merupakan gabungan anatara standar kompetensi, kompetensi dasar, materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.

2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu.
4. Buatlah scenario tahap demi tahap kegiatan siswa.
5. Nyatakan authentic Assessmennya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

I. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran PAI

Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, penguasaan guru akan materi dan pemahaman mereka dalam memilih metode yang tepat untuk materi tersebut akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Salah satu metode yang saat ini dianggap tepat dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah melalui pendekatan kontekstual.

Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok (Badruzaman, 2006). Jawahir (2005) mengemukakan bahwa guru PAI dapat menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut, yaitu:

a) memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa;
b) lebih mengaktifkan siswa dan guru;
c) mendorong berkembangnya kemampuan baru;
d) menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat.

Melalui pembelajaran ini, siswa menjadi lebih responsif dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilan di kehidupan nyata sehingga memiliki motivasi tinggi untuk belajar. Beberapa hal yang harus diperhatikan para guru Pendidikan Agama Islam dalam mengimplementasikan pendekatan kontestual, menurut Humaidi (2006) adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran Berbasis Masalah

Langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mengobservasi suatu fenomena, misalnya :

a) menyuruh siswa untuk menonton VCD tentang kejadian manusia, rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, tentang Alam Akhirat, azab Ilahi , dan sebagainya;

b) menyuruh siswa untuk melaksanakan shaum pada hari senin dan kamis, membayar zakat ke BAZ, mengikuti sholat berjamaah di masjid, mengikuti ibadah qurban, menyantuni fakir miskin

Langkah kedua yang dilakukan oleh guru adalah memerintahkan siswa untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul, misalnya:

a) setelah menonton VCD atau mendengarkan kisah-kisah Al Qur`an, siswa diharuskan membuat catatan tentang pengalaman yang mereka alami, melalui diskusi dengan teman-temannya;

b) setelah mengamati dan melakukan aktivitas keagamaan siswa diwajibkan untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul serta mereka dapat mengungkapkan perasaannya kemudian mendiskusikan dengan teman sekelasnya.

Langkah ketiga tugas guru Pendidikan Agama Islam adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahan yang ada.

Langkah keempat guru diharapkan mampu untuk memotivasi siswa agar mereka berani bertanya, membuktikan asumsi dan mendengarkan pendapat yang berbeda dengan mereka.

2. Memanfaatkan Lingkungan Siswa untuk Memperoleh Pengalaman Belajar

Guru memberikan penugasan kepada siswa untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan konteks lingkungan siswa, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan penugasan kepada siswa di luar kelas. Misalnya mengikuti sholat berjamaah, mengikuti sholat jum`at, mengikuti kegiatan ibadah qurban dan berkunjung ke pesantren untuk mewawancarai santri atau ustadz yang berada di pesantren tersebut. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung dari kegiatan yang mereka lakukan mengenai materi yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

3. Memberikan Aktivitas Kelompok
Di dalam kelas guru PAI diharapkan dapat melakukan proses pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok belajar. Siswa di bagi kedalam beberapa kelompok yang heterogen. Aktivitas pembelajaran kelompok dapat memperluas perspektif dan dapat membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru dalam mempraktekan metode ini adalah: 1) Mendatangkan ahli ke kelas, misalnya Tokoh Agama, Santri atau Ulama dari pesantren, 2) Bekerja dengan kelas sederajat, 3) Bekerja dengan kelas yang ada di atasnya.

4. Membuat Aktivitas Belajar Mandiri
Melalui aktivitas ini, peserta didik mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi sendiri dengan sedikit bantuan atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning).

5. Menyusun Refleksi
Dalam melakukan refleksi, misalnya ketika pelajaran berakhir siswa merenungkan kembali pengalaman yang baru mereka peroleh dari pelajaran tentang sholat berjama`ah, puasa senin-kamis, membayar zakat, menyantuni fakir miskin, dan seterusnya.
Melalui perenungan ini, siswa dapat lebih menemukan kesadaran dalam dirinya sendiri tentang makna ibadah yang mereka lakukan dalam hubungan mereka sebagai hamba Allah dan dalam hubungan mereka sebagai makhluk sosial.

Penutup
Penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran PAI sebagai alternatif model dalam pengembangan pembelajaran PAI di sekolah, sesungguhnya merupakan upaya untuk lebih meningkatkan peran pendidikan agama di sekolah dalam rangka membentuk peserta
Letak pentingnya penerapan pendekatan kontekstual sebagai dalam pembelajaran PAI didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut:


Pertama, Mata pelajaran PAI merupakan salah satu mata pelajaran pokok dari sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik serta memiliki akhlak mulia dalam kehidupannya sehari-hari. Sejauh ini para guru berpandangan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang harus dihapal, sehingga pelajaran PAI cukup disampaikan dengan ceramah sehingga pembelajaran di kelas selalu berpusat pada guru. Dengan pendekatan kontekstual diharapkan siswa bukan sekedar objek akan tetapi mampu berperan sebagai subjek, dengan dorongan dari guru mereka diharapkan mampu mengkonstruksi pelajaran dalam benak mereka sendiri, jadi siswa tidak hanya sekedar menghapalkan fakta-fakta, akan tetapi mereka dituntut untuk mengalami dan akhirnya menjadi tertarik untuk menerapkannya.

Kedua, Melalui pendekatan kontekstual diharapkan siswa dibawa ke dalam nuansa pembelajaran yang di dalamnya dapat memberi pengalaman yang berarti melalui proses pembelajaran yang berbasis masalah, penemuan (inquiri), independent learning, learning community, proses refleksi , pemodelan sehingga dari proses tersebut diharapkan mereka dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya.

Ketiga, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam sesuai dengan tuntutan kurikulum 2006 harus memenuhi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut harus dikembangkan secara terpadu dalam setiap bidang kajian agama, seperti akidah, syariah dan akhlak. Melalui pendekatan kontekstual yang dibangun dengan berbagai macam metode, guru Agama Islam dapat memilih bagian mana yang cocok untuk aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
Melalui penerapan model ini, diharapkan dapat membantu para guru agama dalam mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia yang benar-benar mempunyai kualitas keberagamaan yang kuat yang dihiasi dengan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar